BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Proses perjalanan kehidupan manusia adalah
lahir, hidup dan mati. Semua tahap itu membawa pengaruh dan akibat hukum kepada
lingkungannya, terutama ,dengan orang yang dekat dengannya. Baik dekat dalam
arti nasab maupun dalam arti lingkungan. Kelahiran membawa akibat timbulnya hak
dan kewajiban bagi dirinya dan orang lain serta timbulnya hubungan hukum antara
dia dengan orang tua, kerabat dan masyarakat lingkungannya.
Demikian juga dengan kematian seseorang
membawa pengaruh dan akibat hukum kepada diri, keluarga, masyarakat dan
lingkungan sekitarnya, selain itu, kematian tersebut menimbulkan kewajiban
orang lain bagi dirinya (si mayit) yang berhubungan dengan pengurusan
jenazahnya. Dengan kematian timbul pula akibat hukum lain secara otomatis,
yaitu adanya hubungan ilmu hukum yang menyangkut hak para keluarganya (ahli
waris) terhadap seluruh harta peninggalannya.
Adanya kematian seseorang mengakibatkan
timbulnya cabang ilmu hukum yang menyangkut bagaimana cara penyelesaian harta
peninggalan kepada keluarganya yang dikenal dengan nama Hukum Waris.
Dalam syari’at Islam ilmu tersebut dikenal
dengan nama Ilmu Mawaris, Fiqih Mawaris, atau Faraidh..
Namun kami membuat makalah ini hanya membahas
tentang Keistimewaan Hukum Waris yang bila dibandingkan dengan Hukum Perdata.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
keistimewaan Hukum Waris dibandingkan Hukum Perdata
C. Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
bagaimana keistimewaan Hukum Waris dibandingkan Hukum Perdata
DAFTAR ISI
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Waris
2.2 Difinisi Hukum perdata
2.3 Keistimewaan Hukum Waris
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Waris
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata
waris berarti Orang yang berhak menerima Harta pusaka dari orang yang telah
meninggal. Di
dalam bahasa Arab kata waris berasal dari kata ورث-يرث-ورثا yang
artinya adalah Waris. Contoh, ورث
اباه yang artinya Mewaris Harta (ayahnya). Dalam perkembangan
sejarah hukum di indonesia, Hukum Waris Islam di Indonesia (HWI)
berkembang sangat pesat, di tandai dengan munculnya peraturan dan pendapat dan
pendapat dari beberapa ahli, di antaranya :
1)
Gagasan
tentang harta bersama (gono-gini) dan sistem bilateral, dikemukakan
oleh Prof. Dr. Hazairin, SH. Beserta ahli hukum
lainnya.
2)
UU No.
7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang mengatur kewenangan dan tata cara
pemeriksaan perkara-perkaraorang Islam, yaitu : masalah perkawinan, Warisan,
dan Wakaf.
3)
Amandemen
UU No. 3 tahun 2006 yang memperluas kewenangan Peradilan Agama memeriksa
perkara-perkara : Zakat, Infak, Shadaqah, dan Ekonomi Syari’ah.
4)
Inpres
No. 1 tahun 1991 tentang kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mengatur perkawinan,
Waris, dan Wakaf.
Undang – Undang dan Inpres tersebut merupakan hukum
positif di indonesia . itu artinya, HWI adalah hukum yang berlaku dan
dilaksanakan oleh negara melalui Peradilan Agama. HWI, yang dinyatakan sebagai
hukum positif ini, belum diatur dalam undang-undang. Namun demikian, para hakim
telah mengacu pada KHI dalam menyelesaikan perkara. Oleh sebab itu, sudah
selayaknya KHI segera diatur dalam undang-undang agar dapat menjadi
aturan yang kuat. Banyak hal baru yang dapat di temukan dalam himpunan
peraturan tersebut : diantaranya tentang peradilan ahli waris, gono gini,
perdamaian dan lain-lain.
Di seluruh Indonesia, mungkin tidak ada masalah hukum
yang lebih membingungkan daripada masalah waris. Masalah yang mudah sekali
menimbulkan kekacauan dan perdebatan seru di kalangan para ahli hukum maupun
aktivis politik. Banyak sekali bahan bacaan dan karangan yang di terbitkan sejak
permulaan abad ini.namun masih belum nampak ada kesimpulan yang menyeluruh dan
belum pernah pula di coba membuat undang-undang yang mengatur masalah waris
untuk seluruh indonesia.
Hanya dalam Undang-Undang Agraria tahun 1960,
ditemukan beberapa ketentuan yang menyangkut kewarisan, terutama dalam bentuk
bahan penelitian dan administrasi . persoalan umum yang menyangkut hukum
waris di indonesia, secara khusus menggambarkan kelemahan maupun kekuatan
peradilan Agama Islam. Begitu pula, problema kewarisan ini jelas sekali
menunjuk kan bagaimana hukum, kekuasaan ideologi, pertentangan sosial maupun
pertentangan kelembagaan saling berkait tak terpisahkan.
Di sini tdak cukup tempat untuk menguraikan semua bentuk
bentuk dan sistem kewarisan menurut adat dalam masyarakat indonesia. Buku
“Hukum adat di indonesia” dari Ter Haar, merupakan pengantar yang baik.
Cukup kiranya di sebut, bahwa garis besar susunan keluarga di indonesia terdiri
dari bilateral, patrilinial, serta petrilinial. Dan pola-pola hukum kewarisan
pada umumnya mengikuti susunan-susunan itu. Di dalam pola-pola keseluruhan itu
, banyak variasi-variasi setempat. Kalau kondisi ekonomi dan sosial
berubah , praktek dalam hukum waris adat pun berubah dengan sedikit atau banyak
ketegangan.pada tahun-tahun terakhir ini , peradilan sipil nasional telah mulai
memberikan penafsiran lebih bebas terhadap hukum adat setempat, dengan lebih
menonjolkan secara seragam ciri-ciri yang sebagian menurut konsepsi hukum
keluarga di jawa dan untuk sebagian lain standard dari kalangan
intelektual kosmopolitan.
Hubungan darah menjadi ukuran pokok dalam penentuan
ahliwaris menurut kategori pertama, sedangkan hubungan angkat (adopsi) tidak
mempunyai hukum apa-apa. Termasuk di antara ketentuan waris menurut
islam, masalah adopsi ini tidak di pegang teguh di indonesia, di mana sering
terjadi dan bahkan memeberikan akibat hukum yang penuh dengan hak-hak kewarisan
kepada anak angkat.
Rumusan pembagian waris menurut islam, di sebut (fara’idl)
jelas dan tepat. Seperdelapan untuk istri, seperenam untuk suami, kakek, ibu,
nenek, saudara perempuan, dan kemanakan perempuan, anak perempuan berhak
mendapatkan separo jika tidak ada laki-laki, sepertiga bila ada anak laki-laki,
dan seterusnya. Semua harta benda waris di gabung dan dinilai uang, sehingga
pembagian masing-masing dapa di lakukan dengan tepat sekali. Oleh karena
ketentuan tentang pembagian waris di sebut dalam Al-Qur’an sendiri, maka
dianggap sangat mewajibkan. Tetapi ketentuan di dalam Al-Qur’an itu tidak
mencakup seluruh masalah hukum Waris dalam Islam. Dan di lengkapi oleh
ketentuan yang di jelas kan oleh nabi Muhammad SAW.
B. Difinisi Hukum perdata
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia
dapat dikatakan masih bersifat majemuk, yaitu beraneka ragam. Penyebab dari
keanekaragaman ini ada 2 faktor:
1)
Faktor ethnis
disebabkan keanekaragaman hukum adat bangsa Indonesia karena Negara kita
Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2)
Faktor Hostia
Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk
menjadi 3 golongan, yaitu:
a.
Golongan eropa
dan yang dipersamakan.
b.
Golongan bumu
putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
c.
Golongan timur
asing (bangsa cina, india, arab)
Dan pasal 131
.I.S. yang membedakan berlakunya hukum bagi golongan-golongan tersebut:
a.
Golongan
Indonesi asli berlaku hukum adat
b.
Golongan eropa
barlaku hokum perdata (BW) dan hukum dagang (WVK)
c.
Golongan timur
asing berlaku hokum masing-masing dengan catatan timur asing dan bumi putera
boleh tunduk pada hukum eropa barat secara keseluruhan atau untuk beberapa
macam tindakan hokum perdata.
Untuk memahami
keadaan hukum perata di Indonesia patutlah kita terlebih dahulu mengetahui
politik pemerintahan Hindia Belanda terlebih dahulu terhadap hokum di
Indonesia.
Pedoman politik
bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal
131 (I.S.) (Indische Staatregeling) yang sebelumnnya pasal 131 (I.S.)
yaitu pasal 75RR (Regering sreglement) yang pokok-pokoknya sebagai
berikut:
1.
Hukum perdata
dan dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum
Acara Pidana haru diletakan dalam Kitab Undang-undang yaitu di Kodifikasi).
2.
Untuk golongan
bangsa Eropa haru dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai
azas Konkordansi).
3.
Untuk golongan
bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dll) jika
ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah
peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku untuk mereka.
4.
Orang Indonesia
Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu
peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada
hokum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik
secara umum maupun secara hanya mengenai suatuperbuatan tertentu saja.
5.
Sebelumnya
hokum untuk bangsa Indonesia ditulis didalam undang-undang maka bagi mereka itu
akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Berdasarkan pedoman tersebut diatas, dijaman
Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan UU Eropa yang telah dinyatakan
berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu
perihal:
a.
Perjanjian
kerja perburuhan: (staatsblat 1879 no 256) pasal 1788-1791 BW perihal
hutang-hutang dari perjudian (straatsblad 1907 no 306).
b.
Dan beberapa
pasal dari WVK (KHUD) yaitu sebagai besar dari Hukum Laut (straatsblat 1933 no
49).
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang
secara khusu dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:
a.
Ordonasi
Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (staatsblad 1933 no 74).
b.
Organisasi
tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) staatsblad 1939 no 570 berhubungan
dengan no 717).
Dan peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua
golongan warga Negara yaitu :
a.
UU Hak
Pengarangan (Auteurswet tahun 1912)
b.
Peraturan Umum
tentang Koperasi (staatsblad 1933 no 108)
c.
Ordonansi
Woeker (staatsblad 1938 no 523)
d.
Ordonansi
tentang pengangkutan di uara (staatsblad 1938 no 98).
Hukum perdata di Indonesia pada
dasarnya bersumber pada Hukum Napoleon kemudian bedasarkan Staatsblaad nomor
23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie atau biasa disingkat
sebagai BW/KUHPER. BW/KUHPER sebenarnya merupakan suatu aturan hukum yang
dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan
warganegara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa dan juga timur asing.
Namun demikian berdasarkan kepada
pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh peraturan yang
dibuat oleh pemerintah Hindia-Belanda berlaku bagi warga negara Indonesia(azas
konkordasi). Beberapa ketentuan yang terdapat didalam BW pada saat ini telah
diatur secara terpisah/tersendiri oleh berbagai peraturan perundang-undangan.
Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan dan fidusia.
C. Keistimewaan Hukum Waris
Adapun keistimewaan hukum
waris secara diperinci sebagai berikut:
1)
Universal:
dapat diterima setiap lapisan masyarakat.
2)
Ijbari: berlaku menurut ketetapan Allah dan Rasul. Allah
Swt.
3)
Menjanjikan
syurga untuk orang yang melaksanakan HWI dan mengancam dengan neraka untuk
orang yang tidak melaksanakannya (QS. 4:13-14.)
4)
Bilateral:
ahli waris dari pihak ibu dan bapak.
5)
Hak
berimbang: sesuai dengan hak dan kewajiban.
6)
Individual: mengakui hak
pribadi.
7)
Menghormati hak orang
tua dan istri.
8)
Memiliki keunggulan
komparatif daripada hukum waris barat dan adat.
Islam memandang sangat penting soal
warisan ini. Karena itu, Allah menurunkan hukum atau ketentuan tentang warisan
di dalam Alquran. Ketentuan tersebut menjunjung tinggi asas keadilan.
Secara perinci prinsip-prinsip hukum
Islam dan keistimewaannya.Hukum warisan dalam Islam memiliki sejumlah
keistimewaan antara lain, adil karena tidak bergantung pada jenis kelamin, tapi
pada substansinya.
Sumber Hukum Waris Islam
1.
Al-Qur’an
2.
As-Sunnah
3.
Ijtihad
Asas-asas Pewarisan dalam Hukum Islam
1.
Bagian
warisan laki-laki dengan perempuan adalah 2 berbanding 1.
2.
Pembagian
harta peninggalan bersifat individual, yaitu mengakui adanya hak milik
perseorangan dan setiap ahli waris berhak atas bagian harta yang telah di
tentukan.
3.
Pembagian
harta peninggalan bersifat bilateral; artinya , pembagian ini berlaku kepada
dua pihak (laki-laki dan perempuan).
4.
Bagian
harta dari masing-masing ahli waris selalu berubah sesuai dengan keberadaan
ahli waris lainya.
Unsur-unsur Hukum Waris Islam
1.
Rukun
terjadinya warisan:
1)
Pewaris
2)
Ahli
waris
3)
Tirkah (harta peninggalan)
2.
Syarat-syarat
terjadinya warisan :
1)
Pewaris
benar-benar meninggal
2)
Ahli
waris masih hidup pada waktu pewaris meninggal
3)
Ilmu
pengetahuan tentang Fara’idh atau HWI
3.
Seba-sebab terjadinya
warisan:
1)
Nikah
2)
Keturunan
3)
Wala’ atau kemerdekaan hamba.
4.
Terhalang
untuk saling mewarisi dapat terjadi karena:
1)
Berbeda
agama.
2)
Membunuh
dan memfitnah
3)
Menjadi
budak orang lain.
5.
Hal-hal
yang berhubungan dengan harta peninggalan:
1)
Kewajiban
yang melekat seperti: zakat, jaminan.
2)
Biaya penyelenggaraan
jenazah.
3)
Membayar
hutang
4)
Membayar
wasiat (maksimum 1/3bagian.)
5)
Pembagian
kepada ahli waris
Keadilan dalam hukum waris Islam
terletak pada keseimbangan antara hak dan kewajiban atau keperluan dan kegunaan.
Dalam surah An-Nisa ayat 11 dan 12 disebutkan laki-laki dan perempuan
mendapatkan hak yang sama. Yang membedakan adalah besarnya bagian yang diterima
laki-laki dan perempuan dengan perbandingan 2:1.
Perbedaan tersebut karena nafkah anak
perempuan sudah ada yang menanggung, perempuan tidak dituntut mencari nafkah,
bentuk kewajiban laki-laki dalam mengeluarkan nafkahnya ragamnya cukup banyak.
Laki-laki dituntut memberikan mahar dan biaya sekolah serta kesehatan anak dan
istri. Semuanya itu merupakan tanggung jawab laki-laki (suami).
Keistimewaan hukum waris Islam lainnya
adalah memiliki kepastian hukum dan bersifat individual. Setiap individu, baik
laki-laki maupun perempuan, memiliki hak dan bagian
tersendiri. Hukum waris Islam tidak mengenal warisan secara kolektif, tetapi
memberikannya secara individu.
BAB III
PENTUP
Dari uraian dapat ditarik suatu kesimpulana bahwa keistimewaan
daripada hukum waris Islam dengan hukum perdata yaitu :
1. bersifat universal dapat diterima setiap lapisan masyarakat.
2. Ijbari: berlaku menurut ketetapan Allah dan Rasul. Allah
Swt.
3. Menjanjikan syurga untuk orang yang melaksanakan HWI dan
mengancam dengan neraka untuk orang yang tidak melaksanakannya (QS. 4:13-14.)
4. Bilateral: ahli waris dari pihak ibu dan bapak.
5. Hak berimbang: sesuai dengan hak dan kewajiban.
6. Individual: mengakui hak pribadi.
7. Menghormati hak orang tua dan istri.
8. Memiliki keunggulan komparatif daripada hukum waris barat
dan adat.
Islam memandang sangat penting soal
warisan ini. Karena itu, Allah menurunkan hukum atau ketentuan tentang warisan
di dalam Alquran yang menjunjung tinggi
asas keadilan.
Sehingga keistimewaan Hukum waris dalam
Islam memiliki sejumlah keistimewaan antara lain, adil karena tidak bergantung
pada jenis kelamin, yang semuanya itu tidak terlepas dari sumber Al-Qur’an,
Hadits, dan Ijtihat para ulama , yang sangat berbeda sekali dengan hukum
perdata dimana hukum tersebut hanya buatan manusia saja yang suawaktu-waktu hukum
tersebut biasa rubah yang mengakibatkan rasa keadilan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Diunduh pada hari Jum’at, tanggal
7 Desember 2012 jam : 15.00 wib
Diunduh pada hari Sabtu tanggal 8 November 2012 jam 18.30 wib
No comments:
Post a Comment