Pages

bumble

Monday 3 June 2013

Makalah Keistimewaan Hukum Waris dibanding Hukum Perdata



BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Proses perjalanan kehidupan manusia adalah lahir, hidup dan mati. Semua tahap itu membawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya, terutama ,dengan orang yang dekat dengannya. Baik dekat dalam arti nasab maupun dalam arti lingkungan. Kelahiran membawa akibat timbulnya hak dan kewajiban bagi dirinya dan orang lain serta timbulnya hubungan hukum antara dia dengan orang tua, kerabat dan masyarakat lingkungannya.
Demikian juga dengan kematian seseorang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada diri, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya, selain itu, kematian tersebut menimbulkan kewajiban orang lain bagi dirinya (si mayit) yang berhubungan dengan pengurusan jenazahnya. Dengan kematian timbul pula akibat hukum lain secara otomatis, yaitu adanya hubungan ilmu hukum yang menyangkut hak para keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh harta peninggalannya.
Adanya kematian seseorang mengakibatkan timbulnya cabang ilmu hukum yang menyangkut bagaimana cara penyelesaian harta peninggalan kepada keluarganya yang dikenal dengan nama Hukum Waris.
Dalam syari’at Islam ilmu tersebut dikenal dengan nama Ilmu Mawaris, Fiqih Mawaris, atau Faraidh..
Namun kami membuat makalah ini hanya membahas tentang Keistimewaan Hukum Waris yang bila dibandingkan dengan Hukum Perdata.
B.   Rumusan Masalah
1.      Bagaimana keistimewaan Hukum Waris dibandingkan Hukum Perdata

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui bagaimana keistimewaan Hukum Waris dibandingkan Hukum Perdata
DAFTAR ISI


Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN   
1.1  Latar Belakang Masalah
1.2  Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1   Definisi Waris
2.2  Difinisi Hukum perdata
2.3  Keistimewaan Hukum Waris
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA















BAB II
PEMBAHASAN


A.           Definisi Waris
Dalam  kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata waris berarti Orang yang berhak menerima Harta pusaka dari orang yang telah meninggal. Di dalam bahasa Arab kata waris berasal dari kata   ورث-يرث-ورثا yang artinya adalah Waris. Contoh,  ورث اباه yang artinya Mewaris Harta (ayahnya). Dalam perkembangan sejarah hukum di indonesia,  Hukum Waris Islam di Indonesia (HWI) berkembang sangat pesat, di tandai dengan munculnya peraturan dan pendapat dan pendapat dari beberapa ahli, di antaranya :
1)     Gagasan tentang harta bersama (gono-gini) dan sistem bilateral, dikemukakan     oleh  Prof. Dr. Hazairin, SH. Beserta ahli hukum lainnya.
2)     UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang mengatur kewenangan dan tata cara pemeriksaan perkara-perkaraorang Islam, yaitu : masalah perkawinan, Warisan, dan Wakaf.
3)     Amandemen UU No. 3 tahun 2006 yang memperluas kewenangan Peradilan Agama memeriksa perkara-perkara : Zakat, Infak, Shadaqah, dan Ekonomi Syari’ah.
4)     Inpres No. 1 tahun 1991 tentang kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mengatur perkawinan, Waris, dan Wakaf.
Undang – Undang dan Inpres tersebut merupakan hukum positif di indonesia . itu artinya, HWI adalah hukum yang berlaku dan dilaksanakan oleh negara melalui Peradilan Agama. HWI, yang dinyatakan sebagai hukum positif ini, belum diatur dalam undang-undang. Namun demikian, para hakim telah mengacu pada KHI dalam menyelesaikan perkara. Oleh sebab itu, sudah selayaknya KHI segera diatur dalam undang-undang  agar dapat menjadi aturan yang kuat. Banyak hal baru yang dapat di temukan dalam himpunan peraturan tersebut : diantaranya tentang peradilan ahli waris, gono gini, perdamaian dan lain-lain.
Di seluruh Indonesia, mungkin tidak ada masalah hukum yang lebih membingungkan daripada masalah waris. Masalah yang mudah sekali menimbulkan kekacauan dan perdebatan seru di kalangan para ahli hukum maupun aktivis politik. Banyak sekali bahan bacaan dan karangan yang di terbitkan sejak permulaan abad ini.namun masih belum nampak ada kesimpulan yang menyeluruh dan belum pernah pula di coba membuat undang-undang yang mengatur masalah waris untuk seluruh indonesia.
Hanya dalam Undang-Undang  Agraria tahun 1960, ditemukan beberapa ketentuan yang menyangkut kewarisan, terutama dalam bentuk bahan penelitian dan administrasi . persoalan umum yang menyangkut  hukum waris di indonesia, secara khusus menggambarkan kelemahan maupun kekuatan peradilan Agama Islam. Begitu pula, problema kewarisan ini jelas sekali menunjuk kan bagaimana hukum, kekuasaan ideologi, pertentangan sosial maupun pertentangan kelembagaan saling berkait tak terpisahkan.
Di sini tdak cukup tempat untuk menguraikan semua bentuk bentuk dan sistem kewarisan menurut adat dalam masyarakat indonesia. Buku  “Hukum adat di indonesia” dari Ter Haar, merupakan pengantar yang baik. Cukup kiranya di sebut, bahwa garis besar susunan keluarga di indonesia terdiri dari bilateral, patrilinial, serta petrilinial. Dan pola-pola hukum kewarisan pada umumnya mengikuti susunan-susunan itu. Di dalam pola-pola keseluruhan itu , banyak  variasi-variasi setempat. Kalau kondisi ekonomi dan sosial berubah , praktek dalam hukum waris adat pun berubah dengan sedikit atau banyak ketegangan.pada tahun-tahun terakhir ini , peradilan sipil nasional telah mulai memberikan penafsiran lebih bebas terhadap hukum adat setempat, dengan lebih menonjolkan secara seragam ciri-ciri yang sebagian menurut konsepsi hukum keluarga di jawa dan untuk sebagian lain standard  dari kalangan intelektual kosmopolitan.
 Hubungan darah menjadi ukuran pokok dalam penentuan ahliwaris menurut kategori pertama, sedangkan hubungan angkat (adopsi) tidak mempunyai hukum apa-apa. Termasuk di antara ketentuan  waris menurut islam, masalah adopsi ini tidak di pegang teguh di indonesia, di mana sering terjadi dan bahkan memeberikan akibat hukum yang penuh dengan hak-hak kewarisan kepada anak angkat.
Rumusan pembagian waris menurut islam, di sebut (fara’idl) jelas dan tepat. Seperdelapan untuk istri, seperenam untuk suami, kakek, ibu, nenek, saudara perempuan, dan kemanakan perempuan, anak perempuan berhak mendapatkan separo jika tidak ada laki-laki, sepertiga bila ada anak laki-laki, dan seterusnya. Semua harta benda waris di gabung dan dinilai uang, sehingga pembagian masing-masing dapa di lakukan dengan tepat sekali. Oleh karena ketentuan tentang pembagian waris di sebut dalam Al-Qur’an sendiri, maka dianggap sangat mewajibkan. Tetapi ketentuan di dalam Al-Qur’an itu tidak mencakup seluruh masalah hukum Waris dalam Islam. Dan di lengkapi oleh ketentuan yang di jelas kan oleh nabi Muhammad SAW.
B.     Difinisi Hukum perdata
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk, yaitu beraneka ragam. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor:
1)        Faktor ethnis disebabkan keanekaragaman hukum adat bangsa Indonesia karena Negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2)         Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk menjadi 3 golongan, yaitu:
a.    Golongan eropa dan yang dipersamakan.
b.    Golongan bumu putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
c.    Golongan timur asing (bangsa cina, india, arab)
Dan pasal 131 .I.S. yang membedakan berlakunya hukum bagi golongan-golongan tersebut:
a.     Golongan Indonesi asli berlaku hukum adat
b.     Golongan eropa barlaku hokum perdata (BW) dan hukum dagang (WVK)
c.     Golongan timur asing berlaku hokum masing-masing dengan catatan timur asing dan bumi putera boleh tunduk pada hukum eropa barat secara keseluruhan atau untuk beberapa macam tindakan hokum perdata.
Untuk memahami keadaan hukum perata di Indonesia patutlah kita terlebih dahulu mengetahui politik pemerintahan Hindia Belanda terlebih dahulu terhadap hokum di Indonesia.
Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S.) (Indische Staatregeling) yang sebelumnnya pasal 131 (I.S.) yaitu pasal 75RR (Regering sreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
1.    Hukum perdata dan dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana haru diletakan dalam Kitab Undang-undang yaitu di Kodifikasi).
2.    Untuk golongan bangsa Eropa haru dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi).
3.    Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dll) jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku untuk mereka.
4.    Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hokum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatuperbuatan tertentu saja.
5.    Sebelumnya hokum untuk bangsa Indonesia ditulis didalam undang-undang maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Berdasarkan pedoman tersebut diatas, dijaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan UU Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu perihal:
a.    Perjanjian kerja perburuhan: (staatsblat 1879 no 256) pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang dari perjudian (straatsblad 1907 no 306).
b.    Dan beberapa pasal dari WVK (KHUD) yaitu sebagai besar dari Hukum Laut (straatsblat 1933 no 49).
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusu dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:
a.         Ordonasi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (staatsblad 1933 no 74).
b.        Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no 717).
Dan peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga Negara yaitu :
a.         UU Hak Pengarangan (Auteurswet tahun 1912)
b.         Peraturan Umum tentang Koperasi (staatsblad 1933 no 108)
c.          Ordonansi Woeker (staatsblad 1938 no 523)
d.         Ordonansi tentang pengangkutan di uara (staatsblad 1938 no 98).
Hukum perdata di Indonesia pada dasarnya bersumber pada Hukum Napoleon kemudian bedasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie atau biasa disingkat sebagai BW/KUHPER. BW/KUHPER sebenarnya merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan warganegara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa dan juga timur asing.
Namun demikian berdasarkan kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia-Belanda berlaku bagi warga negara Indonesia(azas konkordasi). Beberapa ketentuan yang terdapat didalam BW pada saat ini telah diatur secara terpisah/tersendiri oleh berbagai peraturan perundang-undangan. Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan dan fidusia.
C.      Keistimewaan Hukum Waris
Adapun keistimewaan hukum waris secara diperinci sebagai berikut:
1)      Universal: dapat diterima setiap lapisan masyarakat.
2)      Ijbari: berlaku menurut ketetapan Allah dan Rasul. Allah Swt.
3)      Menjanjikan syurga untuk orang yang melaksanakan HWI dan mengancam dengan neraka untuk orang yang tidak melaksanakannya (QS. 4:13-14.)
4)      Bilateral: ahli waris dari pihak ibu dan bapak.
5)      Hak berimbang: sesuai dengan hak dan kewajiban.
6)       Individual: mengakui hak pribadi.
7)       Menghormati hak orang tua dan istri.
8)       Memiliki keunggulan komparatif daripada hukum waris barat dan adat.
Islam memandang sangat penting soal warisan ini. Karena itu, Allah menurunkan hukum atau ketentuan tentang warisan di dalam Alquran. Ketentuan tersebut menjunjung tinggi asas keadilan.
Secara perinci prinsip-prinsip hukum Islam dan keistimewaannya.Hukum warisan dalam Islam memiliki sejumlah keistimewaan antara lain, adil karena tidak bergantung pada jenis kelamin, tapi pada substansinya. 
Sumber Hukum Waris Islam
1.    Al-Qur’an
2.    As-Sunnah
3.     Ijtihad
Asas-asas Pewarisan dalam Hukum Islam
1.   Bagian warisan laki-laki dengan perempuan adalah 2 berbanding 1.
2.   Pembagian harta peninggalan bersifat individual, yaitu mengakui adanya hak milik perseorangan dan setiap ahli waris berhak atas bagian harta yang telah di tentukan.
3.   Pembagian harta peninggalan bersifat bilateral; artinya , pembagian ini berlaku kepada dua pihak (laki-laki dan perempuan).
4.   Bagian harta dari masing-masing ahli waris selalu berubah sesuai dengan keberadaan ahli waris lainya.
Unsur-unsur Hukum Waris Islam
1.      Rukun terjadinya warisan:
1)     Pewaris
2)     Ahli waris
3)     Tirkah (harta peninggalan)
2.        Syarat-syarat terjadinya warisan :
1)     Pewaris benar-benar meninggal
2)     Ahli waris masih hidup pada waktu pewaris meninggal
3)     Ilmu pengetahuan tentang Fara’idh atau HWI
3.       Seba-sebab terjadinya warisan:
1)     Nikah
2)     Keturunan
3)     Wala’ atau kemerdekaan hamba.
4.      Terhalang untuk saling mewarisi dapat terjadi karena:
1)     Berbeda agama.
2)     Membunuh dan memfitnah
3)     Menjadi budak orang lain.
5.      Hal-hal yang berhubungan dengan harta peninggalan:
1)     Kewajiban yang melekat seperti: zakat, jaminan.
2)      Biaya penyelenggaraan jenazah.
3)     Membayar hutang
4)     Membayar wasiat (maksimum 1/3bagian.)
5)     Pembagian kepada ahli waris
Keadilan dalam hukum waris Islam terletak pada keseimbangan antara hak dan kewajiban atau keperluan dan kegunaan. Dalam surah An-Nisa ayat 11 dan 12 disebutkan laki-laki dan perempuan mendapatkan hak yang sama. Yang membedakan adalah besarnya bagian yang diterima laki-laki dan perempuan dengan perbandingan 2:1.
Perbedaan tersebut karena nafkah anak perempuan sudah ada yang menanggung, perempuan tidak dituntut mencari nafkah, bentuk kewajiban laki-laki dalam mengeluarkan nafkahnya ragamnya cukup banyak. Laki-laki dituntut memberikan mahar dan biaya sekolah serta kesehatan anak dan istri. Semuanya itu merupakan tanggung jawab laki-laki (suami).
Keistimewaan hukum waris Islam lainnya adalah memiliki kepastian hukum dan bersifat individual. Setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki hak dan bagian tersendiri. Hukum waris Islam tidak mengenal warisan secara kolektif, tetapi memberikannya secara individu.


         

BAB III
PENTUP


Dari uraian dapat ditarik suatu kesimpulana bahwa keistimewaan daripada hukum waris Islam dengan hukum perdata yaitu :
1.      bersifat universal dapat diterima setiap lapisan masyarakat.
2.      Ijbari: berlaku menurut ketetapan Allah dan Rasul. Allah Swt.
3.      Menjanjikan syurga untuk orang yang melaksanakan HWI dan mengancam dengan neraka untuk orang yang tidak melaksanakannya (QS. 4:13-14.)
4.      Bilateral: ahli waris dari pihak ibu dan bapak.
5.      Hak berimbang: sesuai dengan hak dan kewajiban.
6.      Individual: mengakui hak pribadi.
7.       Menghormati hak orang tua dan istri.
8.       Memiliki keunggulan komparatif daripada hukum waris barat dan adat.
Islam memandang sangat penting soal warisan ini. Karena itu, Allah menurunkan hukum atau ketentuan tentang warisan di dalam Alquran yang  menjunjung tinggi asas keadilan.
Sehingga keistimewaan Hukum waris dalam Islam memiliki sejumlah keistimewaan antara lain, adil karena tidak bergantung pada jenis kelamin, yang semuanya itu tidak terlepas dari sumber Al-Qur’an, Hadits, dan Ijtihat para ulama , yang sangat berbeda sekali dengan hukum perdata dimana hukum tersebut hanya buatan manusia saja yang suawaktu-waktu hukum tersebut biasa rubah yang mengakibatkan rasa keadilan terjadi.






DAFTAR PUSTAKA

Diunduh pada hari Jum’at, tanggal 7 Desember 2012 jam :  15.00 wib
Diunduh pada hari Sabtu  tanggal 8 November 2012 jam 18.30 wib


No comments:

Post a Comment