Pages

bumble

Monday, 3 June 2013

Makalah Terputusnya Pernikahan



BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
adalah sesuatu yang bertentangan dengan asas-asas Hukum Islam. Perceraian dalam istilah ahli Fiqh disebut “talak” atau “furqah”. Talak berarti membuka ikatan membatalkan perjanjian, sedangkan “furqah” berarti bercerai (lawan dari berkumpul). Lalu kedua kata itu dipakai oleh para ahli Fiqh sebagai satu istilah, yang berarti perceraian antara suami-isteri.
Perkataan talak dalam istilah ahli Fiqh mempunyai dua arti, yakni arti yang umum dan arti yang khusus. Talak dalam arti umum berarti segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri. Talak dalam arti khusus berarti perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami.
Karena salah satu bentuk dari perceraian antara suami-isteri itu ada yang disebabkan karena talak maka untuk selanjutnya istilah talak yang dimaksud di sini ialah talak dalam arti yang khusus. Meskipun Islam menyukai terjadinya perceraian dari suatu perkawinan. Dan perceraian pun tidak boleh dilaksanakan setiap saat yang dikehendaki. Perceraian walaupun diperbolehkan tetapi agama Islam tetap memandang bahwa perceraian tetapi agama Islam tetap memandang bahwa perceraian adalah sesuatu yang bertentangan dengan asas-asas hukum islam.
B.            Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pengertian Perceraian ?
2.      Apa Macam-macam Talaq ?
3.      Baimana Hukum Talaq menurut para Ulama ?
C.           Tujuan Penulisan
1.        Mengetahui tentang perceraian.
2.        Mengetahui tentang macam-macam perceraian.
3.        Dapat mengetahui pandangan hukum  talaq menurut para ulama.

BAB I
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Perceraian
Perceraian dalam istilah ahli Fiqh disebut “talak” atau “furqah”. Talak berarti membuka ikatan membatalkan perjanjian, sedangkan “furqah” berarti bercerai (lawan dari berkumpul). Lalu kedua kata itu dipakai oleh para ahli Fiqh sebagai satu istilah, yang berarti perceraian antara suami-isteri. Perkataan talak dalam istilah ahli Fiqh mempunyai dua arti, yakni arti yang umum dan arti yang khusus.
Salah satu bentuk perceraian adalah cerai talak. Talak sendiri dapat dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya. Talak sendiri dapat dilakkan suami kepada isterinya sebanyak satu, dua, sampai tiga kali. Dalam al-Qur’an, Surat al-Baqarah ayat 229, Allah SWT berfirman yang artinya “talak itu ada dua kali, selanjutnya tahanlah secara baik atau ceraikanlah secara baik”. Dari Firman Allah SWT di atas, dapat disimpulkan  bahwa talaq yang di ucapkan suami kepada isterinya boleh satu, dua, sampai tiga kali. Namun selaku catatan, talaq yang diucapkan untuk ketiga kalinya tidak memungkinka lagi pihak keduanya untuk kembali melakukan rujuk, karena talaq ketiga akan memutus total hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan.
Secara harfiyah Thalak itu berarti lepas dan bebas. Dihubungkan dengan kata thalaq dalam arti kata ini dengan putusnya perkawinan karena antara suami dengan istri sudah lepas hubungannya atau masing-masing sudah bebas dari ikatan perkawinan yang mereka sebelumnya jalani. Secara terminologi, banyak kalangan ulama yang mengemukakan pengertian talak. Menurut Al-Mahalli dalam kitabnya Minhaj al-Thalibin (Amir Syarifuddin, 2009: hal 198), mengemukakan, bahwa thalaq pada dasarnya adalah melepaskan hubungan pernikahan dengan menggunakan lafaz thalaq dan sejenisnya.
Rumusan di atas sebenarnya telah mewakili rumusan pengertian thalaq dalam kitab-kitab fiqh. Dalam artian ini, terdapat tiga kata kunci yang menunjukkan hakikat perceraian yang bernama thalaq, yakni: Pertama; kata “melepaskan” atau membuka atau menanggalkan mengandung arti bahwa thalaq itu melepaskan sesuatu yang selama ini telah terikat dengan erat yaitu ikatan perkawinan.Kedua; kata “ikatan perkawinan” mengandun arti bahwa thalaq itu mengakhiri hubungan perkawinan yang selama ini terjadi antara pasangan suami dan istri. Ketiga; kata “dengan lafaz tha-la-qa dan sama maksudnya dengan itu” mengandung arti bahwa putusnya perkawinan itu melalui ucapan. Dan ucapan yang digunakan adalah kata-kata thalaq tidak dengan: putus perkawinan bila tidak dengan cara mengucapkan ucapan tersebut, seperti putus karena kematian
Talak dalam arti umum berarti segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri.  Talak dalam arti khusus berarti perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami. Karena salah satu bentuk dari perceraian antara suami-isteri itu ada yang disebabkan karena talak maka untuk selanjutnya istilah talak yang dimaksud di sini ialah talak dalam arti yang khusus.
Meskipun Islam menyukai terjadinya perceraian dari suatu perkawinan. Dan perceraian pun tidak boleh dilaksanakan setiap saat yang dikehendaki. Perceraian walaupun diperbolehkan tetapi agama Islam tetap memandang bahwa perceraian adalah sesuatu yang bertentangan dengan asas-asas Hukum Islam.
Putusnya hubungan pernikahan pada dasarnya diakibatkan oleh adanya perceraian, baik cerai kerena kematian maupun karena cerai hidup melalui 2 cara yakni; cerai talak dan cerai gugat. Perceraian tidak mudah untuk dilakukan, karena harus ada alasan-alasan kuat yang mendasarinya.
Dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 mengatur putusnya hubungan perkawinan sebagaimana berikut :
1.        Pasal 113 KHI, menyatakan perkawinan dapat putus karena:
1)    Kematian
2)    Perceraian
3)     Atas putusan pengadilan
2.        Pasal 115 KHI dan Pasal 39 ayat 1 UU No. 1 / 1974 menyatakan, bahwa Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dantidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
3.        Pasal 114 KHI menegaskan, bahwa Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan cerai.
Sementara itu alasan-alasan perceraian termuat dalam pasal 116 KHI dan pasal 39 ayat 1 UU No. 1 / 1974, antara lain:
1)        Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2)        Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
3)        Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4)        Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
5)        Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri.
6)        Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
7)        Suami melanggar taklik talak.
8)        Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.
Menurut Inpres RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang KHI macam-macam talak adalah sebagai berikut:
1.        Pasal 117 dalam KHI memuat talak adalah ikrar suami di hadapan sidang pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131 Kompilasi Hukum Islam;
2.        Pasal 118 dalam KHI memuat: Talak raj’i adalah talak ke satu atau kedua, dalam talak ini suami berhak rujuk selama isteri dalam masa iddah.
3.        Pasal 119 dalam KHI memuat : Talak ba’in shughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tetapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam keadaan iddah. Talak ba’in shughra sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah :1) Talak yang terjadi qabla ad-dukhul 2) Talak dengan tebusan atau khuluk; 3) Talak yang dijatuhkan oleh pengadilan agama.
4.        Pasal 120 dalam KHI menyatakan: Talak ba’in kubra adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas isteri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da ad-dukhul dan habis masa iddahnya.
5.        Pasal 121 dalam KHI memuat : Talak sunni adalah talak yang dibolehkan, yaitu talak yang dijatuhkan terhadap isteri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut.
6.        Pasal 122 dalam KHI memuat : Talak bid’i adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu isteri dalam keadaan haid, atau isteri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut.
7.        Pasal 123 dalam KHI memuat  erceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang pengadilan.
8.         Pasal 124 dalam KHI memuat : Khuluk harus berdasarkan atas alasan perceraian sesuai ketentuan pasal 116 KHI.

B.            Macam-macam Talaq
Talak dapat dibagi kepada beberapa macam dengan melihat kepada waktu menjatuhkannya, kemungkinan suami kembali isterinya,  cara menjatuhkannya, kondisi suami pada waktu mentalak, dan lain-lain. Di antara  macam-macam talak tersebut ialah sebagai berikut:
Ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak atau keadaan isteri waktu talak itu diucapkan, talak dibedakan kepada:
1)        Talak Sunni
Dimaksud dengan talak sunni ialah talak yang pelaksanaannya sesuai dengan tuntunan al-Qur'an dan sunnah. Untuk dimasukkan ke dalam talak sunni diperlukan empat kriteria:
a)         Isteri sudah pernah dikumpuli. Apabila isteri pada waktu ditalak belum pernah dikumpuli tidak termasuk ke dalam talak sunni
b)        Isteri segera melakukan iddah setelah ditalak. Di antara tuntunan menjatuhkan talak, ialah dalam masa isteri yang ditalak   langsung memasuki masa iddah.
c)         Isteri yang ditalak dalam keadaan suci, baik di awal suci atau di akhir suci. Oleh karenaitu apabila isteri ditalak dalam keadaan haid atau nifas atau belum pernah haid atau sudah tidak haid lagi, tidak termasuk talak sunni.
d)        Dalam masa suci pada waktu suami menjatuhkan talak isteri tidak dicampuri. Apabila isteri dalam masa suci sebelum ditalak dicampuri lebih dahulu oleh suami, tidak termasuk talak sunni.
2)        Talak Bid'iy yaitu talak yang dijatuhkan tidak menurut tuntunan agama. Talak yang termasuk ke dalam talak bid'iy ialah:
a)         Talak yang dijatuhkan pada waktu isteri sedang menjalani haid atau sedang nifas.
b)        Talak yang dijatuhkan pada waktu isteri dalam keadaan suci tetapi telah dikumpuli lebih dahulu.
Talak bid'iy dilarang karena memudaratkan isteri yaitu memperpanjang masa iddah.
 Ditinjau dari kemungkinan suami merujuk kembali isterinya atau tidak, talak dibagi kepada dua macam, yaitu:
1.         Talak raj'iy, yaitu talak yang si suami diberi hak untuk kembali kepada isteri yang diatalaknya tanpa harus melalui akad nikah yang baru, selama isteri masih dalam masa iddah. Talak raj'iy tidak menghilangkan ikatan perkawinan sama sekali.Yang termasuk ke dalam talak raj'iy ialah talak satu atau talak dua. Kebolehan ruju' dalam talak satu atau talak dua sebagaimana disebutkan dalam firman Allah, al-Baqarah 229:
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
Kata امساك بمعروف mengandung arti ruju' pada waktu masih dalam masa iddah.

2.      Talak ba'in
yaitu talak yang tidak diberikan hak kepada suami untuk ruju' kepada isterinya. Apabila suami ingin kembali kepada mantan isterinya, harus dilakukan dengan akad nikah yang baru yang memenuhi unsur-unsur dan syarat-syaratnya. Talak ba'in ini menghilangkan tali ikatan suami isteri.
Macam-macam talak bai'in terbagi kepada:
a)         Ba'in sughra, yaitu talak yang tidak memberikan hak ruju' kepada suami tetapi suami bisa menikah kembali kepada isterinya dengan tidak disyaratkan isteri harus menikah dahulu dengan laki-laki lain. Yang termasuk talak ba'in sughra ialah talak satu dan talak dua.
b)        Ba'in kubra, yaitu talak apabila suami ingin kembali kepada mantan isterinya, selain harus dilakukan dengan akad nikah yang baru, disyaratkan isteri terlebih dahulu harus sudah menikah dengan orang lain dan telah diceraikan. Yang termasuk talak ba'in kubra ialah talak yang ketiga kalinya. 
Adapun menurut golongan asariyah talak terbagi dua yatu, talak sunnah dan talak bid’ah.
1.    Talak Sunnah
Dalam hal menalak istri, wajib mengikuti tuntunan Allah l dan Rasul-Nya Yang disyariatkan dalam menalak istri adalah menalaknya selagi suci yang belum digauli atau menalaknya ketika dia hamil.
Dalilnya adalah sebagai berikut.
“Wahai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu, ceraikanlah mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) ‘iddahnya.”
(ath-Thalaq: 1)
Maksud ayat ini adalah agar istri ditalak pada saat suci yang belum digauli atau pada saat hamil sehingga mereka dapat langsung ber-‘iddah, sebagaimana ditafsirkan pada hadits Ibnu ‘Umar berikut.
Hadits Ibnu ‘Umar menyebutkan bahwa ia menalak istrinya selagi haid. Umar menanyakan hal itu kepada Rasulullah .

مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا, ثُمَّ لِيَتْرُكْهَا حَتَّى تَطْهُرَ، ثُمَّ تَحِيضَ، ثُمَّ تَطْهُرَ، ثُمَّ إِنْ شَاءَ أَمْسَكَ بَعْدُ، وإِنْ شَاءَ طَلَّقَ قَبْلَ أَنْ يَمَسَّ، فَتِلْكَ العِدَّةُ الَّتِيْ أَمَرَ اللهُ أَنْ تُطَلَّقَ لَهَا النِّسَاءُ.
“Perintahkan kepadanya agar merujuk istrinya kemudian membiarkannya bersamanya hingga suci, kemudian haid lagi, kemudian suci. Lantas setelah itu terserah kepadanya, ia mempertahankannya jika mau dan ia bisa menalaknya jika mau. Itulah ‘iddah yang Allah perintahkan agar para istri ditalak pada waktu mereka dapat langsung menghadapinya.” (Muttafaq ‘alaih)
“Perintahkanlah kepadanya agar merujuk istrinya, kemudian menalaknya selagi suci atau hamil.”
Hadits ini menafsirkan ayat di atas. Artinya, istri yang ditalak pada masa suci yang belum digauli akan langsung menghadapi ‘iddahnya hingga tiga kali haid, sementara istri yang ditalak pada saat hamil akan langsung menghadapi ‘iddahnya hingga dia melahirkan.
Maksudnya adalah setelah mandi suci, menurut pendapat yang rajih. Ini adalah salah satu riwayat dari Ahmad, dirajihkan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Hajar.
Dalilnya adalah hadits Ibnu ‘Umar riwayat an-Nasa’i yang artinya: “Perintahkan Abdullah agar merujuk istrinya. Kemudian jika istrinya telah mandi, hendaklah ia membiarkannya sampai haid. Kemudian jika istrinya telah mandi dari haid berikutnya, janganlah ia menggaulinya sampai ia menalaknya. Jika ia ingin mempertahankannya, hendaklah ia melakukannya. Itulah ‘iddah yang Allah perintahkan agar para istri ditalak pada waktu mereka dapat langsung menghadapinya.” (HR. an-Nasa’i, disahihkan oleh al-Albani)
Ibnu Taimiyah t menerangkan-sebagaimana dalam Majmu’ al-Fatawa “Talak yang dibolehkan syariat menurut kesepakatan ulama adalah menalak istri dengan satu talak pada saat istri telah mandi suci dari haidnya sebelum digauli, kemudian membiarkannya tanpa menyusulnya dengan talak berikutnya hingga ‘iddahnya berakhir. Talak seperti ini disebut talak sunnah (yakni sesuai dengan tuntunan Nabi n).”

2.    Talak Bid’ah
Menalak istri selagi haid atau suci namun telah digauli, hukumnya haram. Talak seperti ini dinamakan talak bid’ah, karena menyelisihi apa yang disyariatkan Allah l dalam menalak istri.
Adapun mengenai penjelasannya sebagai berikut.
a)        Istri yang ditalak selagi haid maka haidnya yang sekarang tidak dihitung sebagai ‘iddah. Artinya, dia akan melewati haid tersebut hingga suci tanpa dihitung sebagai ‘iddah dan ini bermakna menalaknya bukan pada saat istri langsung menghadapi ‘iddahnya. Hal ini berakibat panjangnya masa penantian yang akan dijalaninya dan ini memudaratkan istri.
b)        Istri yang ditalak selagi suci yang telah digauli berarti ditalak untuk menghadapi ‘iddah yang tidak meyakinkan. Hal ini karena boleh jadi dia hamil sehingga ‘iddahnya adalah melahirkan, atau dia tidak hamil sehingga ‘iddahnya adalah tiga kali haid. Benar, dia dapat langsung menghadapi ‘iddahnya salah satu dari dua kemungkinan tersebut, tetapi ‘iddah yang akan dihadapinya tidak menentu.
Namun, menurut pendapat yang rajih, talak yang dijatuhkan dalam kondisi ini sah sebagai talak yang dihitung atas pelakunya. Inilah pendapat empat imam mazhab yang masyhur (Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi’i, dan Ahmad), al-Bukhari, dan jumhur (mayoritas) ulama, yang dirajihkan asy-Syaukani dalam as-Sail al-Jarrar dan al-Albani.
Berbeda halnya dengan pendapat Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim, yang dirajihkan oleh Ibnu ‘Utsaimin dan al-Lajnah ad-Da’imah (yang diketuai oleh Ibnu Baz) bahwa yang seperti ini tidak sah.
Ibnul Qayyim secara panjang lebar mendiskusikan dalil-dalil kedua belah pihak dalam Zadul Ma’ad yang akan membuat pembacanya condong kepadanya. Akan tetapi, al-Albani membantahnya dalam Irwa’ al-Ghalil dengan singkat dari segi ilmu hadits dan kandungan makna lafadz, yang menampakkan secara jelas bahwa yang benar talak tersebut sah.
Ibnu ‘Umar  agar menalak istrinya saat suci maksudnya adalah suci dari haid, karena ia telah menalaknya selagi haid.
Ibnu ‘Utsaimin menyatakan dalam Fath Dzil Jalal wal Ikram, pendapat ini lebih tampak kebenarannya. Sepertinya, inilah yang rajih (kuat), mengingat ‘illah (faktor) dilarangnya menalak istri selagi haid tidak ada pada istri yang ditalak selagi nifas.

C.           Hukum Talak
Talak mempunyai beberapa hukum seperti dibawah ini:
1.      Makruh
2.      Haram, apabila talak di jatuhkan oleh suami terhadap isteri dalam keadaan haidh, atau dalam keadaan suci setelah isteri itu di campuri.
3.      Sunnah, apabila suami sudah tidak mampu lagi menunaikan tugasnya sebagai suami.
4.      Wajib, apabila suami sudah bersumpah dengan mengatakan ia tidak akan menggauli isterinya lagi atau karena perselisihan antara suami isteri.
Dalam peramasalan talak ada yang dinamakan Fasakh dan ada yang dinamakan Syiqaq:
a)        Fasakh
Adalah jatuh talak karena tuntutan isteri kepada hakim  (Pengadilan Agama) agar dijatuhkan cerai oleh hakim, baik sebab kepergian maupun karena melanggar takliq talak, atau karena masuk penjara. Di dalam buku nikah di Indonesia pada takliq talak dijelaskan bahwa seorang wanita (isteri) boleh meminta fasakh (minta supaya diceraikan) oleh pengadilan Agama apabila suami sewaktu-waktu :
v  Meninggalkan isteri selama dua tahun berturut-turut.
v  Tidak memberi nafkah wajib kepada isteri selama tiga bulan berturut-turut.
v  Menyakiti badan atau jasmani isteri.
v  Membiarkan atau tidak pedulikan isteri selama enam bulan berturut-turut.
Demikian agama Islam memberikan hak fasakh kepada seorang wanita, jika dia tidak ridha karena :
1.         Membawa madarat baginya dengan perpisahan itu.
2.         Akan menjerumuskan dirinya kepada yang diharamkan Allah (antara lain berbuat serong).
3.         Merasa tergantung, terkatung-katung karena disia-siakan oleh suami.
b)        Syiqaq
Adalah perceraian terjadi karena keretakan antara suami isteri. Sedangkan perceraian itu diputuskan oleh hakim (Pengadilan Agama), setelah berusaha mencari perdamaian (islah) antara kedua belah pihak (isteri dan suami) melalui utusan masing-masing. Namun demikian, perdamaian itupun tidak kemungkinan diperdapat lagi. Sebab-sebab terjadi Syiqaq antara lain sebagai berikut :
1.         Antara suami isteri mempunyai watak, sehingga tidak dapat dipertemukan, dan masing-masing mempertahankan wataknya dan tidak mau mengalah.
2.         Disebabkan oleh suami, misanya perlakuan suami yang amat sewenang-wenang terhadap isteri, hingga amat berat bagi isteri untuk dapat bertahan sebagai isteri.
Permasalahan mengenai Bilangan talak ada tiga macam, yaitu: Talak Satu, talak dua, dan talak tiga. Talak satu dan talak dua di sebut dengan talak pas’i, yaitu talak yang terjadi antara suami dan isteri dan boleh rujuk ketika dalam masa iddah. Adapun talak tiga yang terjadi antara suami dan isteri, maka tidak boleh mengadakan rujuk di antara keduanya pada masa iddah. Jika keduanya ingin kembali bersatu maka harus di lakukan dengan akad nikah yang baru dan telah di selang orang lain.
Talak tiga meliputi tiga cara, sebagai berikut:
1.        Suami menjatuhkan talak sebanyak tiga kali pada waktu yang berbeda-beda.
2.        Seorang suami menthlaq isterinya dengan talak satu, setelah habis masa iddahnya isteri itu di nikahi kembali lagi, kemudian di talak lagi.
3.        Talak tiga dengan cara suami mengatakan talak kepada isterinya dengan talak tiga pada sati waktu.


Kalimat yang di pakai dalam talak ada dua macam, yaitu:
1.        Sharih (terang) yaitu kalimat yang tidak di ragukan lagi bahasa yang dimaksud adalah memutuskan ikatan perkawinan.
2.        Kinayah (sindiran) yaitu kalimat yang masih ragu-ragu boleh dikaitkan untuk perceraian nikh atau yang lainnya. Kalimat sindiran ini tergantung pada niatnya, artinya kalau tidak di niatkan untuk perceraian mak tidaklah jatuh talak.
Adapun mengenai rukun talak ialah unsur pokok yang harus ada dalam talak dan terwujudnya talak tergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur dimaksud. Masing-masing rukun tersebut harus memenuhi persyaratan. Syarat talak ada yang disepakati oleh para ulama tetapi ada pula yang diperselisihkan.
Rukun dan syarat talak tersebut sebagai berikut:
a.         Suami
Suami adalah yang memiliki hak talak dan yang berhak menjatuhkannya.  Oleh karena talak itu bersifat menghilangkan ikatan pernikahan, maka talak tidak akan terjadi kecuali setelah adanya akad perkawinan yang sah.
“Tidak ada talak kecuali sesudah akad nikah dan tidak ada pemerdekaan budak kecuali setelah ada pemilikian".
Untuk sahnya talak, suami yang menjatuhkan talak disyaratkan:
1)        Balig
Oleh karena talak itu perbuatan hukum maka harus dilakukan oleh orang yang sudah balig. Tidak jatuh talak yang dilakukan oleh orang yang belum balig. Persyaratan balig ini didasarkan kepada sabda Nabi yang diriwayatkan oleh an-Nasai dari Aisyah:
"diangkatkan hukum dari tiga golongan: orang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai ia dewasa, dan orang gila sampai ia berakal atau sehat".
2)        Berakal
Suami yang akalnya tidak sehat tidak sah mentalak isterinya. Termasuk ke dalam pengertian tidak sehat akalnya  ialah orang yang gila, pingsan, sawan, tidur, mabuk karena meminum khamr atau meminum sesuatu yang memabukkan dengan tidak sengaja atau ia tidak mengetahui akibatnya. Adapun dasar hukum bahwa tidak sah talaknya orang yang tidak sehat akalnya, di samping hadis yang disebutkan di atas (hadis rufi'a al-qalamu) juga didasarkan kepada hadis:
"Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata bahwa  Rasulullah saw bersabda setiap talak itu hukumnya boleh kecuali talak orang yang hilang akalnya".
Adapun orang yang mentalak isterinya dalam keadaan mabuk karena sengaja meminum minuman yang memabukkan, sekalipun termasuk ke dalam kriteria orang yang hilang akalnya, tetapi diperselisihkan oleh para ulama apakah talaknya sah atau tidak. Hal ini karena orang tersebut dengan sengaja berbuat maksiat. Jumhur ulama berpendapat bahwa talak orang yang mabuk itu jatuh atau sah. Alasannya karena sekalipun dari segi bentuknya termasuk pada orang yang hilang akalnya akan tetapi hilang akalnya itu disebabkan kesengajaan merusakkan akalnya dengan perbuatan yang dilarang agama.
Menurut sebagian ulama termasuk al-Muzanniy dari mazhab Syafi'iyah dan sebagian pengikut Hanafiyah berpendapat bahwa talaknya itu tidak jatuh sekalipun ia sengaja berbuat sesuatu yang menyebabkan dia mabuk. Alasannya karena orang yang mabuk itu sama keadaannya dengan orang gila termasuk yang dikecualikan tidak sah talaknya
3)        Atas kehendak sendiri
Untuk dihukumi sah talak yang dijatuhkan suami ialah talak itu harus atas kemauan sendiri, artinya tidak dipaksa dalam menjatuhkan talak. Oleh karena itu talak yang dijatuhkan oleh suami yang dipaksa untuk mentalak isterinya, maka talaknya tidak jatuh. Hal ini didasarkan kepada hadis Nabi yang diriwayatkan oleh at-Turmudzi dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda:
3.      إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ (رواه الترمذى)
"Sesungguhnya Allah melepaskan dari umatku tanggung jawab dosa silap, lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepadanya".

4)        Isteri
Unsur yang kedua dari talak ialah isteri. Untuk sahnya talak isteri harus dalam kekuasaan  suami, yaitu isteri tersebut belum pernah ditalak atau sudah ditalak tetapi masih dalam masa iddah.
5)        Shigat atau ucapan talak
yaitu kata yang menunjukkan talak. Jumhur ulama berpendapat bahwa talak terjadi apabila suami yang ingin mentalak isterinya itu mengucapkan ucapan tertentu yang menyatakan bahwa isterinya ditalak. Apabila suami hanya berkeinginan atau sekedar meniatkan tetapi belum mengucapkan apa-apa maka belum terjadi talak.



















DAFTAR PUSTAKA

Diunduh pada hari Jum’at tanggal 14 Desember 2012 Jam 06.30
Diunduh pada hari Jum’at tanggal 14 Desember 2012 Jam 012.30
Diunduh pada hari Jum’at tanggal 14 Desember 2012 Jam 15.30

No comments:

Post a Comment